Penulis: Nathalia Widjaja
27 September 2022
Beberapa hari ini Darin bertanya ke saya, “Mama, saat mama sekolah, pelajaran apa yang paling berharga yang mama dapatkan?”
SD dan SMP-SMA tempatku mengenyam ilmu, secara akademik, tidak sebaik SD di mana dia sedang belajar, juga pastinya tidak sehebat top secondary schools di Hong Kong. Tetapi di sekolah ku, kami belajar nilai-nilai dasar hidup: sederhana, rendah hati, lemah lembut, sabar, toleransi, mencintai hingga terluka, self-transcendence, bagaimana menyembuhkan luka dan bertumbuh.
Dari wajah dan warna kulit ku, semua orang pasti tau, saya keturunan Chinese. Ada juga yang mengira saya orang Jepang.
Saat SD, sekolah sering mengorganisir kegiatan mengunjungi Panti Asuhan. Di Panti Asuhan, kami belajar dan bermain bersama, makan seadanya juga bersama-sama dalam kesederhanaan dan sukacita.
Selain itu, saat SD, kami juga pergi mengunjungi penjara. Di situ kami membacakan puisi, menyanyi dan menari untuk mereka. Iya, ke penjara. Guru-guru mengajarkan kepada kami hidup ini berharga, taati hukum dan peraturan, di saat yang sama kita perlu mendukung mereka untuk bangkit dan memulai hidup yang baru.
Kunjungan penjara sangat mengesankan. Tembok-tembok tinggi, semua penjuru terkesan mengecamkan. Di setiap kunjungan, saya dan kami juga mendapat perlakuan yang tidak semuanya baik. Kami harus siap dengan stress coping strategies. Guru-guru mengajarkan kami untuk berpikir dari cara pandang yang menyeluruh atau lebih luas, memaafkan orang lain dan berani.
Saat SMP dan SMA, kami dididik untuk peduli pada anak-anak yang membutuhkan. Dengan semangat Vinsensian, kami rutin pergi ke daerah-daerah kumuh di Surabaya untuk menjadi guru-guru kecil di situ. Saya masih ingat almarhum Romo Kukuh meminta kami untuk tidak memakai perhiasan apapun saat berinteraksi dengan mereka, arloji juga tidak. Kami belajar mengosongkan diri.
Kami mengajar anak-anak yang jarang pergi ke sekolah atau tidak sekolah. Tidak heran jika beberapa anak-anak tersebut bertutur kata tidak sopan, termasuk memaki, dan sebagainya. Saat mereka bertanya berapa nomer telepon ku, dengan lugu saya berikan ke mereka, dengan harapan memudahkan mereka bertanya dan belajar. Telepon rumah berdering tiada henti setiap hari siang hingga malam, komplit dengan sejuta rasa nano-nano – kata2 apapun yang terucap dari mereka yang sebenarnya berhati tulus. Terimakasih orang tuaku yang sudah sabar menerima dan juga meladeni mereka semua. Kami belajar mencintai lebih dalam.
Selamat merayakan Hari St. Vincent de Paul. 💗
Terutama untuk anakku tercinta Zane William, untuk Romo Vincentius Lin, untuk sahabatku terkasih Aryvin Gunu, Romo Armada Riyanto, Romo Anton Sad Budianto, dan untuk semua keluarga Vinsensian Kabar Serikat Sosial Vinsensius.
Semoga semangat Vinsensian selalu berkobar menyemangati kita semua. 😇
–
9月27日
聖文生和我
Evangelizare Pauperibus Misit Me
這幾天我十一歲兒子問我:「媽媽,你上學時什麼事情給妳留下最深刻的印象?你學到了什麼是最重要的?」
我上過的小學及中學,雖然輪學術沒有他目前上的小學好,更沒有香港頂尖學府厲害,但從中我學到了人生最寶貴的價值觀 – 簡樸、溫和、忍耐、包容、愛到受傷也罷、戰勝自己並且怎麼面對創傷。
我的長相 – 要麼是華人,要麼是日本人,兩者當時都不是很受歡迎。
小學時,學校常常組織我們去參觀孤兒院,和孤兒院的孩子們互動,互相學習,一起吃簡單的飯。我們學到了自足及感恩,分享示愛。
小學時,我們還走出校門去拜訪監獄。我們為他們朗誦、唱歌等。是,沒錯,監獄!老師們給我們機會學習生命的重要性,什麼是法律責任,但同時教我們要盡責支持其他人重新做人。
拜訪監獄刻骨銘心留在我心裏。高高的監獄牆壁,四處看似超級可怕。每次拜訪,我遭受了各種對待,尤其是因為我的長相及膚色。謝謝老師們扶持我們學到了換角度思考理解他人、包容和勇敢。
我所上的中學聽說是一所貴族學校,但老師們把我們磨練成能吃苦的小孩。聖文生精神帶領我們走出校門去貧民區當小老師。還記得我第一次到某個地區準備為孩子們講課時,Kukuh神父提醒我們在小朋友們面前不要帶手錶,不要帶戒指等。要走近需要群體,首先我們得學會簡樸、放下自己。他鼓勵我們,說:「加油,笑一笑,不要害怕!」我們努力明白什麼是 self-emptied。
沒有或很少接觸到正式教育的小孩子免得比較粗魯,什麼罵人的話都會說,但他們的心很純潔。他們問我的電話號碼,我想都不用想,直接給他們。有問題時,他們想辦法給我打電話,家裏的電話響個不停,我父母因此也變得更忙。剛開始父母很驚訝,文婷從哪兒來的這麼多孩子們,各個都講罵人的話。謝謝父母對我們的愛!我們學習接納,愛他人直到受傷也罷。
願聖文生精神不斷點燃在我們的世界。
Happy Feast Day of St. Vincent de Paul, Angela Hui, Maurice Yeung, Romo Hen Sus, Father Tomaz Mavric CM, and all Vincentian family.
Keren 👏👏👏 semangat nulis dan ukir kebaikan
Comments are closed.