Tangan untuk Berdoa

0
46

Pada tahun 2017, Paus Fransiskus mencanangkan Hari Orang Miskin Sedunia sebagai wujud perhatian Gereja terhadap penderitaan dan kebutuhan orang miskin, seperti kemiskinan, penindasan, kekerasan, ketidakadilan, hingga perdagangan manusia. Hal ini mengingatkan kita bahwa seruan orang miskin tidak pernah sia-sia. Tema-tema Hari Orang Miskin Sedunia pun mencerminkan pesan ini:

2017: Marilah kita mengasihi, bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan.
2018: Orang miskin ini berseru dan Tuhan mendengarnya.
2019: Harapan orang miskin tidak akan sirna selamanya.
2020: Ulurkan tanganmu kepada orang miskin.
2021: Orang miskin akan selalu ada di dekatmu.
2022: Demi kamu, Kristus menjadi miskin.
2023: Janganlah memalingkan mukamu dari orang miskin.

Pada peringatan Hari Orang Miskin Sedunia ke-8 di tahun 2024, Paus Fransiskus memberikan pesan bertajuk: “The prayer of the poor reaches up to God” (Doa orang miskin sampai kepada Allah”) dari Sir 21:5. Pesan ini menekankan tempat istimewa orang miskin di hati Tuhan. Tuhan mendengar doa mereka dengan penuh kesabaran, menunjukkan bahwa semua orang, tanpa kecuali, memiliki tempat di hati-Nya.

Hari Orang Miskin Sedunia mengajak umat beriman untuk mendengar doa orang miskin, menyadari kebutuhan mereka, dan bahkan belajar dari mereka. Orang miskin mengajarkan bahwa hidup ini tidak hanya tentang kekayaan atau barang materi, tetapi juga tentang nilai-nilai mendalam yang sering dilupakan dunia.

Dalam pesannya, Paus Fransiskus mengajak kita untuk memperhatikan “cinta yang sederhana dan konkret” dalam kehidupan sehari-hari: berhenti sejenak, mendekat, memberikan perhatian, senyuman, atau kata-kata penghiburan.

Hal penting lainnya adalah menjadikan doa orang miskin sebagai milik kita dan berdoa bersama mereka. Paus menegaskan bahwa diskriminasi terburuk terhadap orang miskin adalah mengabaikan kebutuhan rohani mereka. Banyak orang miskin terbuka pada iman dan membutuhkan Tuhan. Oleh karena itu, pilihan istimewa bagi orang miskin harus mencakup perhatian rohani yang istimewa.

Tangan untuk Berdoa
Dalam rangka peringatan 400 tahun berdirinya Kongregasi Misi, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa doa menjadi undangan bagi semua orang untuk mendekat kepada Allah.
Lukisan di atas kanvas berjudul Man in Prayer, karya seniman Bosnia Safet Zec, menggambarkan seorang pria yang berdoa. Lukisan ini dibuat saat ia melarikan diri dari pengepungan Sarajevo pada perang Balkan 1990-an. Lukisan tersebut menggambarkan seorang pria yang, sedang berdoa, menemukan cahaya dan harapan di tengah kegelapan.

Lukisan ini dapat disandingkan dengan kisah Injil tentang penyembuhan orang tuli dan bisu (Markus 7:32-37), di mana Yesus berkata, “Efata,” yang berarti “Terbukalah.” Ayat ini mengajarkan bahwa kasih kepada Allah dan sesama perlu hadir dalam doa kita. Dalam Yesus, yang sepenuhnya Allah sekaligus manusia, kasih kepada sesama mendorong Dia untuk berpaling kepada Bapa, sementara hubungannya dengan Bapa memotivasi perhatian-Nya kepada kebutuhan manusia.

St. Vinsensius a Paulo: antara Pelayanan dan Doa
Santo Vinsensius, yang dikenal dengan kasihnya kepada kaum miskin, melihat mereka dengan tatapan penuh belas kasih, seperti tatapan Yesus kepada mereka yang menderita. Ia tidak hanya melihat Yesus dalam diri orang miskin tetapi juga menganggap mereka sebagai saudara. Jean Calvet, salah satu penulis biografi St. Vincensius, menulis, “Dia percaya bahwa pengemis yang compang-camping adalah saudaranya. Dia bahkan mengundang mereka ke meja makannya dan melayani mereka sendiri karena cinta yang tulus.”

Vinsensius berkata, “Lihatlah orang miskin dengan baik. Meski mereka kasar, lapar, atau kotor, di dalam mereka ada gambar Anak Allah, yang menanggung penderitaan di kayu salib.” Bagi Vinsensius, wajah orang miskin adalah cerminan sejarah hidup mereka yang harus dipahami dan dicintai dengan kelembutan, sebagai bagian dari misteri Allah.

Dalam pelayanan, ia mengajarkan bahwa perhatian kepada orang sakit atau miskin harus dilakukan dengan kehangatan dan kebaikan. Ia mencontohkan cara menyambut, melayani, dan memberikan penghiburan dengan sederhana namun penuh cinta kasih.

Meskipun sibuk melayani, doa tetap menjadi pusat kehidupan Vinsensius. Ia selalu menghadirkan Allah dalam pikirannya, menjadikan setiap aktivitasnya sebagai pengingat akan Sang Pencipta. Sikap rendah hati, lemah lembut, dan ketenangannya mencerminkan hubungan yang erat dengan Allah, seperti yang ia nyatakan, “Aku selalu memiliki Allah di hadapanku, sehingga aku tidak akan goyah.”

Kesimpulan
Semoga kita diberi kemampuan untuk memperdalam doa, memperkuat hubungan dengan Allah, dan membuka hati terhadap sesama (being “brothers in the Son” (Lumen gentium, 62). Dengan menjadi saudara dalam Kristus, kita dapat membangun persaudaraan dan persahabatan sosial yang sejati (Fratelli Tutti, 6).

Diterjemahkan dan disadur dari tulisan Salvatore Farì CM

https://cmglobal.org/en/2024/10/30/hands-for-prayer-the-prayer-of-the-poor-rises-up-to-god

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here