Mengenal Sosok Rm Donatus Suwadji CM

0
14

“Cerdik seperti ular,
tulus seperti merpati.”
(Mat 10:16)

Lahir pada 21 April 1941, berasal dari Dusun Sumber Desa Slorok Kabupaten Blitar. Anak dari Bapak Andreas Kasan Moenadi dan Ibu Bertha Djamiah. Kerap dipanggil Rm. Wadji, anak terakhir dari 6 bersaudara. Rm. Wadji resmi menjadi anggota Kongregasi Misi pada 18 Januari 1967 dan ditahbiskan menjadi imam pada 29 Juni 1972. Rm Wadji telah melewati usia emas karya imamatnya di tahun 2022 yang dirayakan di stasi tempat asal beliau.

Pikirannya saat itu adalah segera mengajar, daftar atau melamar di Romo Yosef. Tapi segera dijawab dengan mengatakan, “Kamu jangan hanya jadi guru. Banyak orang jadi guru sekaligus jadi pastor.” Karena dia tidak tahu tentang pastor itu harus pandai seperti orang barat dll. Dia tidak menolak tawaran tersebut tetapi tidak menjawab, karena tidak mengerti tentang pastor. Dia berpikir, “saya ini orang jawa orang sederhana orang desa, tidak layak.” Tetapi romo Yosep telah 5 kali mendatanginya setiap hari dan berbicara hanya bahwa supaya dia menjadi pastor dan jika dia tua dan mati ada penggantinya. Setelah 5x tidak datang lagi, bergantian Rm Suwadji yang datang untuk bertanya mengapa Rm. Yosep ingin dia jadi imam. Alasan Rm. Yosep saat itu adalah, “Oh tidak, kamu saya ajak ke seminari tinggal sana, kerasan boleh, ngga kerasan boleh, butuh apa-apa tinggal tanya.” Setelah itu, dia langsung dibawa ke seminari Garum dan berkenalan dengan seminari.

Lalu dia diminta langsung belajar Bahasa Latin. Bahasa latin saat itu hanya menghafalkan Bapa Kami dll. Saat dia belajar Bahasa latin, semakin lama semakin senang bahwa menjadi orang baik itu bukan hanya menjadi guru. Jadi pastor menjadi lebih baik. Semakin lama, dia semakin kerasan untuk tinggal di seminari dan dia semakin membuka diri bahwa menjadi pastor dapat menjadi orang baik. Dari semula cita-citanya adalah menjadi guru, dia berubah haluan menjadi imam.

Dia menempuh pendidikan di seminari garum selama 4 tahun, yaitu juga dengan mendalami Bahasa latin dan Prancis, sehingga tahun terakhir sudah menyelesaikan 4 buku Bahasa prancis idan dia juga sempat mengajar kelas 6-7 Bahasa prancis itu.

 

Pada akhirnya akhirnya, dia memilih CM karena semua romonya romo CM. Saya akhirnya masuk ke seminari tinggi sendiri dengan romo-romo yang lebih tua.

Dalam panggilannya sebagai imam CM juga pernah mengalami kekeringan sehingga memilih untuk ingin keluar. Jadi sederhana, ketika tahun pertama dia sakit dan tidak memperoleh kesembuhan, dia minta ijin romo provinsial, Rm. Rekso. Dia berpikir bahwa cita-cita ingin membantu orang namun terhalang oleh sakit. Rm Rekso waktu itu hanya mengatakan, “Kamu itu bodoh saya kira pandai.” Jawaban Rm. Rekso tersebut membuatnya semakin mawas diri. Rm. Wadji mengatakan bahwa “Sejak saya sadar kalau saya bodoh, saya gajadi keluar tapi saya hanya istirahat saja. Tuhan kalau saya jadi pastor saya gaperlu gentayangan seperti romo misionaris barat yang serba bisa, saya juga saya terima, mungkin nulis buku kah atau ceramah kah.”

Pada akhirnya, Rm. Wadji mampu melewatkan sakitnya dan semakin membaik kesehatannya sehingga sembuh. Dia melanjutkan perutusannya di Blitar dan beberapa temapt setelahnya. Dia masih menjadi kelompok senior yang aktif dan berkarya di Gresik sampai saat ini. Dia masih aktif menulis buku dengan gaya menulisnya yang khas. -Red

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here