
Sebagai misionaris, salah satu tanggung jawab utama kita adalah membangun iman mereka yang cenderung tidak percaya, lemah dalam keyakinan mereka, tergoda oleh sekte-sekte, atau orang-orang yang tidak percaya yang sedang mencari iman. Jadi, yang dibutuhkan adalah pewartaan kabar baik tentang Yesus Kristus yang telah wafat dan bangkit untuk menyelamatkan kita. Dengan kata lain, kerygma telah diwartakan oleh Gereja sejak hari Pentakosta.
Dan atas dasar itu… untuk membantu orang-orang di zaman kita untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang iman mereka dan untuk menjalaninya dengan cara yang konsisten.
Refleksi yang diajukan ini akan dimulai dari pengalaman Vinsensius. Baginya, aspek ini sangat penting dalam pelayanan perutusannya. Harapannya adalah bahwa pengalaman dan ajaran pendiri kita dapat membantu kita untuk merefleksikan hari ini tentang dimensi [perutusan] yang tidak selalu terlihat jelas, tetapi menurut saya harus selalu dilihat sebagai sesuatu yang fundamental.
Situasi Ketidakpedulian Terhadap Agama
Vinsensius sangat dikejutkan oleh ketidaktahuan yang mendalam tentang iman di antara orang-orang desa miskin yang ditinggalkan oleh Gereja. Sedemikian rupa sehingga menurut pendapatnya keselamatan kekal mereka ada dalam bahaya.
Ketidaktahuan orang-orang miskin hampir tidak dapat dipercaya (XI, 81), katanya kepada para misionarisnya. Mereka tidak tahu berapa banyak tuhan yang ada, berapa banyak pribadi di dalam Tuhan (XII, 305), tulisnya.
Laporan-laporan misi memberikan banyak sekali gambaran tentang ketidaktahuan yang mendalam ini, misalnya menanyakan kepada mereka apakah Allah itu ada, tulis Etienne Blatiron dari Korsika, atau apakah ada beberapa Allah, dan siapakah di antara ketiga pribadi Allah
yang menjadi manusia bagi kita, seperti berbicara dalam bahasa Arab!
Laporan-laporan dari para imam Misi penuh dengan deskripsi tentang keadaan menyedihkan dari orang-orang desa yang telah dibaptis ke dalam Gereja Katolik, tetapi tidak memahami dan menghayati imannya. Maka, di beberapa daerah tertentu, banyak dari mereka yang berpindah ke agama Protestan, sebagai akibat tidak mendengar tentang Allah, demikian kata mereka, dari Gereja Katolik! Demikianlah ratapan Santo Vinsensius (I, 514).
Mengapa ketidaktahuan akan agama ini begitu serius? Santo Vinsensius memberikan jawaban berikut kepada para misionarisnya: Bagaimana mungkin jiwa yang tidak mengenal Allah, dan tidak tahu apa yang telah dilakukan Allah untuk mengasihinya, bagaimana mungkin jiwa seperti itu dapat percaya, berharap dan mengasihi? Dan bagaimana jiwa ini dapat diselamatkan tanpa iman, tanpa pengharapan, tanpa kasih? (XII, 81). Oleh karena itu, perlu untuk memberitakan Kristus sang Juruselamat.
Mewartakan Kabar Baik Tentang Keselamatan
Cara St. Vinsensius untuk memperbaiki situasi yang menyedihkan ini adalah melalui perutusan. Vinsensius kepada para konfraternya …. menginginkan belas kasihan-Nya yang besar untuk membawa obat bagi (situasi) itu melalui para misionaris, dengan mengutus mereka untuk memungkinkan orang-orang ini diselamatkan. (XII, 81).
Dan selanjutnya ia berkata, O, Juruselamat! …. Engkau telah membangkitkan sebuah kelompok untuk tujuan itu; Engkau telah mengutusnya kepada orang-orang miskin dan Engkau ingin agar mereka mengenal Engkau sebagai satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus yang telah Engkau utus ke dalam dunia, sehingga dengan cara ini mereka dapat memperoleh hidup yang kekal (XII, 81). Melalui pengenalan akan Allah yang esa dan Putra-Nya, Yesus Kristus sang Juruselamat, keselamatan datang kepada kita. Inilah inti dari iman yang menjadi pusat dari katekese misionaris, yaitu dengan mempercayai dan menghidupinya, mereka yang menerimanya akan mendapatkan hidup yang baru, hidup yang kekal.
Kita tahu pasti bahwa, dalam Peraturan Umum Kongregasi Misi, St. Vinsensius menetapkan bagi para misionaris tujuan untuk pergi, mengikuti teladan Tuhan dan murid-muridNya, ke desa-desa dan dusun-dusun, untuk memecah-mecahkan roti firman Tuhan bagi orang-orang kecil (C.R. 2).
Yang pertama adalah khotbah yang cenderung membahas tema-tema moral dalam upaya untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan pribadi, keluarga dan sosial masyarakat yang seringkali jauh dari ajaran Injil.
Sementara itu, katekese memiliki tujuan untuk meneruskan iman. Inilah yang menarik perhatian kita di sini, dan bagaimanapun juga, inilah yang paling penting di mata Santo Vinsensius yang pernah menulis pada tahun 1638: Buah yang dihasilkan oleh misi-misi berasal dari kelas-kelas katekese (I, 429), karena dari situlah iman umat dikuatkan dan dibangun.
Pada kenyataannya, tujuan dari pengajaran katekese adalah untuk mewartakan misteri-misteri utama dari iman (Tritunggal, Inkarnasi dan Ekaristi), serta perintah-perintah Allah, pengakuan iman dan Bapa Kami. Para misionaris berusaha untuk menjelaskannya dengan cara yang sesederhana mungkin.
Namun, sayangnya kita hanya memiliki satu teks katekismus yang diberikan oleh Vinsensius. Ajaran tentang Trinitas, yang diberikan dalam sebuah misi kepada kaum miskin dalam pelayanan Nama Yesus (rumah sakit), pada musim panas tahun 1631 (XIII, 156-163). Ajaran ini sungguh luar biasa. Di dalamnya kita menemukan dialog-dialog yang penuh kesabaran dari Santo Vinsensius dengan semua gambar-gambar yang sederhana dan jelas yang ia pilih untuk menyampaikan pesannya.
Pembacaan yang singkat terhadap St. Vincent dapat membuat kita percaya bahwa, melalui pengajaran katekismus, ia dan para misionarisnya merasa puas dengan memberikan pengajaran agama, untuk membuat orang-orang belajar dalam hati sebaik mungkin, kebenaran-kebenaran yang sangat luas dan abstrak… [mungkin merupakan cara yang tidak efektif bagi orang-orang untuk menerima pesan keselamatan]. Tidak dapat dibayangkan bahwa beberapa misionaris mungkin menunjukkan kecenderungan seperti itu, atau bahwa mereka mungkin memiliki rasa takut yang berlebihan dan ancaman neraka jika orang-orang tidak tunduk, karena hal ini biasa terjadi pada saat itu.
Namun, tujuan Santo Vinsensius yang paling dalam, dan mungkin juga praktiknya, sangat berbeda. Baginya, kabar baik yang harus diwartakan, sesuai dengan apa yang ia tuliskan sebagai motto pada lambang Kongregasi: Ia mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin. Ini berarti hidup baru, dan cinta yang datang dari Kristus yang membebaskan kita, dan yang kita dipanggil untuk menirunya dalam hubungan dengan Allah dan sesama kita, ini adalah api cinta kepada Allah dan sesama yang datang langsung dari Yesus dan yang harus dikomunikasikan.
Oleh karena itu, panggilan kita adalah untuk pergi, bukan hanya ke satu paroki atau ke satu keuskupan saja, tetapi ke seluruh dunia, dan untuk tujuan apa? Untuk mengobarkan hati manusia, supaya mereka melakukan apa yang telah dilakukan oleh Anak Allah, yang datang untuk melemparkan api ke atas bumi dan menyalakan api kasih-Nya, dan apakah yang kita inginkan selain dari pada kasih-Nya yang membakar dan menghanguskan semuanya? Marilah kita merenungkan hal ini. Maka benarlah bahwa saya diutus bukan hanya untuk mengasihi Allah, tetapi juga untuk mengasihi Dia. Tidaklah cukup jika saya mengasihi Allah jika sesama saya juga tidak mengasihi Dia. Aku harus mengasihi sesamaku sebagai gambar Allah dan tujuan dari kasih-Nya dan secara timbal balik membuat manusia mengasihi Pencipta mereka yang paling dikasihi, yang mengenal mereka dan mengakui mereka sebagai saudara dan begitu mengasihi mereka sehingga menyerahkan Putera-Nya sendiri sampai mati untuk mereka… (XII, 262-263). Dimulai dengan pewartaan kabar baik tentang cinta kasih Allah dalam Yesus Kristus.
Pewarta Injil Harus Memiliki Pengalaman Diselamatkan di dalam Yesus Kristus
Pada kenyataannya, bagaimana mungkin saya bisa menjadi pembawa api ilahi ini jika api itu tidak menyala di dalam diri saya sendiri sebagai seorang misionaris? Itu mustahil. Itu akan menjadi orang buta menuntun orang buta. Itulah sebabnya mengapa Vinsensius menyatakan: Sekarang, jika benar bahwa kita dipanggil untuk membawa kasih Allah ke segala penjuru, jika kita berkewajiban untuk membakar hati manusia dengan kasih itu, bukankah jiwa kita sendiri harus dibakar dengan api ilahi ini? … Bagaimana kita dapat menyampaikannya kepada orang lain, jika kita sendiri tidak memilikinya?” (XII, 263).
Vinsensius tahu apa yang ia bicarakan ketika ia mewartakan kabar baik tentang keselamatan di dalam Yesus Kristus, ketika ia berbicara tentang cinta kasihnya dan cinta kasih yang berasal dari Allah dan dibagikan kepada sesama. Kita tahu bahwa, di tengah-tengah situasi krisis pribadi dan tekanan rohani, Vinsensius mengalami keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus. Pada saat tertentu hidupnya berubah dan terbuka kepada Allah dan sesama melalui pemberian diri secara total, itulah yang dapat disebut sebagai pertobatannya.
Kita memiliki pemahaman umum tentang apa yang terjadi. Mari kita ingat kembali bahwa selama beberapa tahun kehidupan Vinsensius berpusat pada dirinya
sendiri. Dia telah mencari harta benda dan kesuksesan sosial, mengejar keuntungan-keuntungan gerejawi dan keuntungan-keuntungan pribadi yang dapat dia raih dengan menjaga hubungan dengan orang-orang yang berpengaruh. Namun hal ini hanya membawanya pada kekosongan dan kekecewaan. Sedemikian rupa sehingga untuk melepaskan diri darinya ia mencari seorang pembimbing spiritual, M. de Bérulle.
Periode ini diakhiri dengan krisis spiritual yang panjang dan menyakitkan di mana ia mengalami keraguan tentang dasar-dasar imannya. Itu adalah malam yang gelap yang berlangsung sekitar empat tahun ketika dia berada di rumah tangga de Gondi. Semua tindakan penyesalan dan cinta kasih yang dapat ia lakukan tidak mampu menghilangkan keraguannya. Abelly mengatakan kepada kita bahwa ia menuliskan pengakuan iman di atas kertas yang ia letakkan di samping hatinya secara khusus sebagai obat untuk melawan kejahatan yang dialaminya; dan sambil mengucapkan penyangkalan secara umum terhadap semua pikiran yang bertentangan dengan iman, ia membuat sebuah perjanjian dengan Tuhan kita bahwa setiap kali ia akan meletakkan tangannya di atas dadanya dan di atas kertas itu ia bersedia untuk meninggalkan godaan itu meskipun ia tidak mengucapkan sepatah kata pun (Abelly 1, 167).
St. Vinsensius mengikrarkan diri untuk membaktikan seluruh hidupnya bagi kasih Tuhan dalam melayani kaum miskin. Pada saat itulah, sekali lagi Abelly mengatakan kepada kita, bahwa semua dorongan roh jahat hilang dan lenyap. Hatinya yang telah begitu lama berada di bawah tekanan menemukan dirinya kembali ke dalam kebebasan yang lembut, dan jiwanya dipenuhi dengan cahaya yang melimpah sehingga ia menyatakan pada beberapa kesempatan bahwa ia tampaknya melihat kebenaran-kebenaran iman dengan kejernihan yang sangat istimewa (Abelly 1,167).

Dengan demikian, St. Vinsensius memiliki pengalaman yang mendalam tentang kehadiran Yesus Kristus dan keselamatan yang dibawanya. Hal ini mengubah hidupnya dan akan selalu menyertainya. Dia beralih dari kegelapan ke dalam terang, dari penindasan ke dalam kebebasan, dari kesedihan karena keraguan ke dalam sukacita dan cahaya iman. Ia meninggalkan kehidupan yang berpusat pada dirinya sendiri dan beralih ke kehidupan yang sepenuhnya diserahkan kepada Allah dan orang miskin. Sejak saat itu, ia mengetahui melalui pengalaman dan bukan lagi melalui pengajaran bahwa Kristus adalah Juruselamat dan bahwa Ia hadir dalam kehidupan sehari-hari hingga selama-lamanya, Kristus kini menjadi kehadiran yang penuh kasih dan memberi hidup, dan ia mampu memberitakan hal ini dengan penuh kekuatan dan keberanian.
Relfeksi:
- Apakah pengalaman pribadi saya tentang keselamatan melalui Yesus Kristus yang dapat menjadi dasar bagi saya untuk menyatakan bahwa Dia hidup dan sumber kehidupan dan kasih?
- Apakah pernyataan saya didasarkan pada sekadar berita atau pengalaman?