Oleh: Fr. Richardo Rillyanugraha, CM
“Cinta untuk rumah-Mu, menghanguskan Aku”. Betapa besar kasih dan kesetiaan Yesus pada Bapa-Nya. Ia sungguh menginginkan kediaman Bapa-Nya menjadi tempat untuk berdoa dan memuji kemuliaan Allah yang agung. Dalam Injil hari ini kita menyimak Yesus memperingati secara tegas orang-orang yang menggunakan kediaman Allah sebagai tempat untuk berdagang. Tentu Yesus merasa sedih, merasa kecewa akan apa yang Ia lihat. Kita saksikan secara jelas ungkapan cinta Yesus kepada Bapa-Nya diwujudkan dengan kemarahan kepada orang-orang yang ada di sana. Kemarahan yang ditunjukkan Yesus bukanlah suatu kemarahan yang tidak beralasan, juga bukan kemarahan akibat kacaunya hati dan pikiran. Yesus tahu apa yang ia lakukan, Yesus sadar secara penuh bahwa Ia marah karena Ia mencintai Allah.
Sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dimana kemarahan diungkapkan sebagai bentuk perasaan cinta. Seorang ibu memarahi anaknya yang tidak suka makan sayur, karena seorang ibu tahu bahwa sayur itu penting bagi kesehatan anaknya, seorang ibu ingin yang terbaik bagi anaknya karena ia mencintainya. Seorang guru akan mendidik murid-muridnya mungkin dengan kemarahan karena ia ingin semua muridnya menjadi orang-orang yang pandai. Hanya orang-orang yang berhati murni dan terbuka yang mampu untuk melihat cinta dalam suatu kemarahan. Para pedagang di bait Allah hatinya tumpul dan tertutup oleh hal-hal duniawi sehingga mereka tidak menyadari betapa sakralnya Bait Allah itu. Yesus datang untuk membersihkan Bait Allah dari dosa-dosa manusia yang penuh dengan keserakahan. Yesus ingin menyadarkan orang-orang bahwa bait Allah adalah tempat untuk memuji kemuliaan Allah.
Sebagai seorang calon imam saya sering mendapat teguran dari romo formator dan dari teman-teman sekomunitas. Bahkan tak jarang nada kemarahan keluar dari ucapan mereka akibat kelakuan, sikap, atau perbuatan saya yang buruk. Spontan saya merasakan bahwa mereka tidak mencintai dan tidak menghargai saya, karena saya selalu menutup mata dan merasa kemarahan yang saya dapatkan merupakan bentuk kebencian dari mereka. Sungguh saya kurang menyadari bahwa mereka begitu mencintai saya, mereka tak segan-segan memarahi saya untuk kemajuan dan perkembangan saya.
Sebagai manusia biasa tentu kita sulit menerima kemarahan yang diberikan kepada kita. Padahal jika kita mau untuk mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan suatu kemarahan, kita dapat menemukan emas di balik itu semua, yakni cinta yang begitu besar. Sikap reflektif sangat diperlukan untuk menanggapi sesuatu yang kita dapatkan. Dalam masa pertobatan ini kita sungguh diajak untuk kembali meluangkan waktu sejenak, membuka hati dan pikiran untuk melihat kembali hidup yang telah kita lalui. Itu semua memerlukan sikap reflektif yang akan menuntun untuk dapat melihat cinta sesama yang kita terima. Setiap hari kita memperoleh cinta dari keluarga, teman, sahabat, saudara, bahkan dari orang-orang yang tidak kita kenal. Hanya saja cara mereka mencintai kita tidaklah sama satu dengan yang lainnya, hal inilah yang perlu kita maknai secara lebih mendalam.
Allah pun mendidik kita dengan cara yang keras, karena kita tahu bahwa Ia mencintai kita. Mungkin kita sering mendapatkan kekecewaan dalam hidup kita, namun dibalik itu semua ada cinta Allah yang akan selalu membimbing kita pada kebahagiaan sejati. Marilah kita senantiasa mengucap syukur dan berterima kasih atas apa yang telah kita terima, baik atau buruk, suka atau tidak suka, pujian atau makian. Di balik itu semua ada cinta yang besar, ada kasih sayang yang akan selalu menuntun hidup kita.
#VinsensianIndonesia
#visabisa